IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Kejari Kota Mojokerto Terima SPDP Dugaan Pencabulan Anak di Bawah Umur oleh Oknum Protokol 

Avatar of Andy Yuwono
Kasi Intel Kejari Kota Mojokerto, Joko Sutrisno (Redaksi Kabarterdepan.com)
Kasi Intel Kejari Kota Mojokerto, Joko Sutrisno (Redaksi Kabarterdepan.com)

Kota Mojokerto, Kabarterdepan.com – Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh oknum Protokol dan Komunikasi Pimpinan Kota Mojokerto, YH (41).

Ketika dikonfirmasi, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari)Kota Mojokerto melalui Kasi Intel, Joko Sutrisno membenarkan, pihaknya sudah menerima SPDP dugaaan kasus pencabulan anak di bawah umur oleh oknum protokol berinisial YH.

Responsive Images

“Ya, kami sudah terima SPDP-nya. Kalau nggak salah, SPDP itu terbit tanggal 22 Desember 2023 dan kami terima 28 Desember 2023. Sambil menunggu penyidikan berjalan. Kita lihat apakah berkas ini sudah lengkap dari tahap I, tetap indikasinya sudah ke sana (penetapan tersangka),” ungkap Joko Sutrisno kepada Kabarterdepan.com.

Lebih lanjut, Joko menuturkan, sesuai dengan SPDP, akan diterapkan Pasal 82 Perpu 1/2016 juncto Pasal 76E UU 35/2014 dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 adanya perubahan atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

“Sehingga, sejauh ini dari kami tidak ada restorative justice karena ancaman hukumannya di atas 5 tahun, bahkan paling lama 15 tahun. Terkait penahanan, kami masih menunggu tahap I, nanti kita lihat. Ini masih domainnya pihak kepolisian,” beber Joko.

Terkait dugaan pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh Oknum Protokol dan Komunikasi Pimpinan Kota Mojokerto, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota, AKP Achmad Rudi Zaeny membenarkan, statusnya sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan.

“Siap mas, maaf terlambat balas, betul sudah sidik,” jawab AKP Achmad Rudi Zaeny kepada Kabarterdepan.com.

Sebelumnya diberitakan, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar mengatakan, pihaknya memberikan atensi terhadap kasus-kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

“Untuk itu, kami akan mengawal dugaan kasus pencabulan yang dilakukan oleh Oknum Protokol Pemkot Mojokerto berinisial YH ini. Karena ini masih dugaan dan perlu dibuktikan, maka semua orang juga harus menghormati asas praduga tidak bersalah,” jelas Nahar.

Lebih lanjut, Nahar mengaku, telah berkoordinasi dengan Unit PPA Bareskrim Polri dan Pemda (Provinsi Jatim dan Kota Mojokerto) untuk memantau tindaklanjut penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ini.

“Siapa pun dan apa pun jabatannya, setiap orang yang telah melakukan perbuatan cabul terhadap anak haruslah diproses sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 adanya perubahan atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan undang undang lain yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelakunya.

Menurutnta, secara khusus, kasus pencabulan sebagai bagian dari TPKS, proses acara pidananya harus memperhatikan UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS.

“Untuk memberikan kepastian, kasus dugaan TPKS ini harus segera ditindaklanjuti dengan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan, dan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang No 12 Tahun 2022 tentang TPKS ditegaskan bahwa pembuktian cukup dari keterangan saksi dan/atau korban disertai 1 alat bukti, dan keyakinan hakim benar telah terjadi TPKS dan terdakwa yang telah melakukannya, melalui jenis-jenis alat bukti yang telah diatur dalam Pasal 24 undang-undang tersebut,” beber Nahar.

“Jika unsurnya telah terpenuhi dengan bukti yang cukup, maka seharusnya penyidik atau pihak kepolisian jangan ragu dan segera menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan dan menetapkan terduga pelaku menjadi tersangka,” harap Nahar.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 juga menegaskan dalam Pasal 23, lanjut Nahar, Perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan.

“Bahkan dalam Pasal 19 ditegaskan bahwa setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau Saksi dalam perkara TPKS, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” pungkasnya. (*)

Responsive Images

Tinggalkan komentar