IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Mengenal Kesenian Ujung yang Masih Lestari di Kabupaten Mojokerto, Ternyata Ritual Minta Hujan

Kesenian Ujung

Pertunjukan kesenian Ujung di Majafest 2023 Kabupaten Mojokerto (Erik/KabarTerdepan.com)Kabupaten Mojokerto, KabarTerdepan.com – Kesenian Ujung masih lestari di Kabupaten Mojokerto. Seni saling memukul badan menggunakan rotan ini juga dimainkan dalam event Majafest 2023 beberapa hari yang lalu.

Responsive Images

Bagaimana dengan sejarah kesenian ini? Wartawan kabarterdepan.com berkesempatan mewawancarai pelaku Seni Ujung, Sri Waluyo Widodo (56) warga Desa Salen, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto.

Menurutnya, kesenian Ujung sudah ada dan dimainkan oleh nenek moyang sebelum era majapahit. Dalam kesenian ini panasnya pukulan kayu rotan tak membuat pemain saling dendam.

“Untuk ikut di seni Ujung ini tidak ada batasan umur, siapa saja yang berani dan mau melaksanakan kegiatan Ujung kita persilahkan, tetapi ini khusus laki-laki. Kalau bisa yang sudah dewasa sehingga kematangan mental itu cukup mumpuni,” ujar Sri Waluyo, Rabu (9/8/2023).

Sri Waluyo Widodo
Sri Waluyo Widodo, salah seorang pelaku Kesenian Ujung di Kabupaten Mojokerto

Dijelaskannya, untuk seni tari Ujung sendiri menggunakan alat penjalin atau rotan yang panjangnya kurang lebih 110 cm. Jika penjalin terlalu panjang atau terlalu pendek maka terlalu sulit digunakan untuk memukul.

“Bagian-bagian tubuh yang boleh dipukul yaitu, di bawah leher, sampai di atas pusar. Di perut, di dada, sampai di bahu,” jelasnya.

Sri Waluyo mengungkapkan, Seni Ujung sebenarnya merupakan sebuah ritual untuk meminta hujan. Pada zaman dulu, masyarakat percaya bahwa dalam kesenian ujung ada pemain yang sampai mengucurkan darah, hujan akan turun. Beberapa daerah percaya bahwa permainan ini dulu adalah sarana latihan kanuragan bagi prajurit Majapahit yang kemudian menjadi tradisi masyarakat.

“Para pemain ujung diwajibkan bertelanjang dada. Sebagai pembuka, mereka melakukan tarian mengikuti irama dari gamelan. Kedua pemain sama-sama mendapatkan tiga kali giliran untuk membonggol (memukul) dan menangkis. Pemain tetap melemparkan senyum lebar sambil menari. Walaupun saling memukul, mereka tidak ada rasa dendam,” bebernya.

Masih kata Sri Waluyo, kemampuan pemain dalam mencambuk dan menangkis pukulan rotan merupakan esensi pertunjukan ujung.

“Panasnya pukulan kayu rotan tak membuat pemain saling dendam,” pungkas Sri Waluyo. (Erik)

Responsive Images

Tinggalkan komentar