IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Indeks Kemerdekaan Pers Jatim Berada di Posisi 14, Ini Beberapa Catatan Dewan Pers

Avatar of Redaksi
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro saat memaparkan Indeks Kemerdekaan Pers di Surabaya, Kamis (11/10/2023) (Andy / KabarTerdepan.com)
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro saat memaparkan Indeks Kemerdekaan Pers di Surabaya, Kamis (11/10/2023) (Andy / KabarTerdepan.com)

Surabaya, KabarTerdepan.com – Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Jawa Timur (Jatim) tahun 2023 berada di posisi 14, setelah pada tahun sebelumnya berada di posisi 32. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers, Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro di Grand Dafam Signature, Jalan Kayoon No 4 – 10 Surabaya, Rabu (11/10/2023).

Atmaji Sapto Anggoro mengatakan, nilai IKP Jatim 2023 sebesar 76,55 yang berarti cukup bebas ini lebih tinggi dari nilai IKP Nasional yang mencapai 71,57 (Cukup Bebas). Nilai 76,55 diperoleh dari nilai lingkungan fisik politik sebesar 77, 38, lingkungan ekonomi sebesar 75,04 dan lingkungan hukum sebesar 76,30.

Responsive Images

“Nilai IKP Jatim tahun 2023 ini naik 3,67 poin dibandingkan dengan tahun 2022 yang berada di angka 72,88. IKP Jatim 2023 ini  mengalami tren kenaikan yang cukup signifikan dalam 5 tahun terakhir sejak 2019. Mulai dari angka 69,40 di tahun 2019, naik menjadi 75,89 pada tahun 2020, kemudian turun menjadi 74,04 di tahun 2021, turun lagi pada tahun 2022 menjadi 72,88. Namun naik menjadi 76,55 pada tahun 2023 ini,” jelas Sapto, anggota Dewan Pers yang juga pendiri Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) periode 2012 – 2015.

Lebih lanjut, Sapto menuturkan, beberapa persoalan yang terjadi seperti kekerasan terhadap wartawan yang masih terjadi selama tahun 2022, meskipun tidak terlalu besar frekuensi dan intensitasnya. Bentuk kekerasannya itu mulai dari verbal, intimidasi hingga pemukulan terhadap wartawan. Selain itu, juga terjadi kekerasan berbasis gender, terhadap jurnalis perempuan. Ini yang mengakibatkan nilai indikator “Kebebasan Wartawan dari Kekerasan” masih rendah, berada di angka 73,56, paling kecil dalam variabel lingkungan fisik politik.

“Beberapa indikator lain yang nilainya masih rendah dalam lingkungan fisik politik adalah indikator “Akurasi dan Berimbang”, nilainya hanya 74,78. Selanjutnya, “Kebebasan dari Intervensi” ada di angka 74,81 dan “Kesetaraan Akses bagi Kelompok Rentan” hanya 75,97. Akurasi dan keberimbangan berita sangat penting untuk diperhatikan, lebih-lebih dalam konteks penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mendatang,” harap Sapto.

Menurutnya, pada lingkungan ekonomi, indikator yang memiliki nilai paling rendah yaitu indikator “Independensi dari Kelompok Kepentingan yang Kuat”, angkanya 71,85. Kemudian disusul indikator “Tatakelola Perusahaan yang Baik”, berada di angka 73,92. Terkait dua indikator ini, persoalannya adalah ketergantungan media pada anggaran pemerintah daerah, masih relatif rendahnya upah wartawan dan toleransi wartawan pada pemberian uang dari narasumber.

“Bahkan, pada tahun 2021 masih ada permintaan penghapusan atau perubahan berita dari pihak-pihak tersebut. Oknum pemerintah daerah menelpon untuk meminta perubahan atau penarikan berita. Terakhir, pada lingkungan hukum, nilai terendah diperoleh indikator “Perlindungan Hukum bagi Penyandang Disabilitas”, angkanya hanya 69,58. Penyebabnya adalah tidak ada peraturan yang mewajibkan media menyediakan informasi dengan format yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat berkebutuhan khusus,” tukasnya.

Meskipun demikian, imbuh Sapto, ada kalangan yang berinisiatif untuk memberi perhatian pada masalah ini. Seperti, di Surabaya pada tahun 2022 diluncurkan media  “Radio Braille” yang memberi ruang bagi kelompok masyarakat berkebutuhan khusus untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

“Pada tahun 2022 di Jawa Timur terdapat 2,3 juta penduduk penyandang disabilitas berusia kerja. Angka tersebut menduduki peringkat tertinggi ketiga di Indonesia,” pungkasnya.

Responsive Images

Tinggalkan komentar