IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Pembunuhan Siswi SMP di Mojokerto, M Sholeh : Harusnya Tersangka Anak Dihukum 10 Tahun

Avatar of Redaksi
Pengacara kondang asal Surabaya, Cak Sholeh
Pengacara kondang asal Surabaya, Cak Sholeh

Kabupaten Mojokerto, KabarTerdepan.comPembunuhan siswi SMP di Kemlagi Mojokerto menyita perhatian publik, sehingga pengacara kondang asal Surabaya, M Sholeh pun angkat bicara. M Sholeh menegaskan, seharusnya tersangka anak bisa dihukum maksimal, yakni 10 tahun penjara.

“Jadi begini, untuk anak memang maksimal hukumannya 10 tahun. Ini kasusnya sama dengan kasus anak yang diperkosa dan dibunuh di Surabaya yang saya viralkan 2 bulan yang lalu, itu kan juga orang tuanya kecewa. Bukan pada soal bisa nggak pasal pembunuhan berencana bisa tidak diterapkan kepada tersangka anak, ya bisa tetapi hukumannya tidak boleh hukuman mati dan tidak boleh lebih dari 10 tahun,” jelas Cak Sholeh, panggilan pengacara kondang yang kerap kali memberikan edukasi hukum gratis di sosial media.

Responsive Images

Lebih lanjut, Cak Sholeh mengatakan, tetapi bukan berarti dituntut 7 tahun, mestinya tuntutannya ya maksimal. Seharusnya, jaksa bisa menuntut maksimal, yakni 10 tahun karena ancaman hukumannya maksimal hanya 10 tahun yang bisa diberikan kepada tersangka anak. Akhirnya, hakimnya juga tidak mau menuntut secara maksimal dan hakim itu boleh memutus melebihi tuntutan jaksa, itu pun juga pernah terjadi, tidak masalah.

“Jadi menurut saya, jaksanya ya nggak pas, hakimnya juga tidak pas. Harusnya bisa dihukum maksimal 10 tahun, sehingga kalau sudah dihukum maksimal, keluarga tidak bisa menyalahkan jaksa dan hakim karena memang undang-undangnya memberikan privilege / keistimewaan kepada anak supaya anak itu masih dibina,” tutur Cak Sholeh yang terkenal dengan jargon “No Viral, No Justice.

Menurutnya, sejelek apa pun namanya anak masih bisa dibina. Yang namanya anak itu usia 0 sampai 18 tahun. Undang-undang itu tidak membedakan, tentu kalau anak yang membubuh usia  10 tahun dengan anak yang berusia 17 tahun tidak sama. Anak usia 17 tahun itu sudah bisa memilih atau anak usia 16 tahun, sudah bisa berpikir jernih dibandingkan dengan anak usia 10 tahun.

“Tetapi undang-undang tidak membedakan, pokoknya usia anak itu usia 0 sampai 18 tahun. Seharusnya hakim dan jaksa itu melihat keadilan tidak hanya prosedural tetapi keadilan subtansinya supaya ada efek jera bagi anak-anak yang lain maka harus dihukum maksimal 10 tahun,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang putusan dengan hakim tunggal BM Cintia Buana membacakan putusan yang menyatakan bahwa terdakwa AA (15) divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 7 tahun 4 bulan serta hukuman pelatihan kerja selama 3 bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II-A Blitar.

Responsive Images

Tinggalkan komentar