Dr Gati Gayatri : Sertifikasi Wartawan oleh Dewan Pers Berbeda dengan SKKNI

Avatar of Andy Yuwono
Saksi Ahli dari pihak terkait Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Dr Gati Gayatri saat pengambilan sumpah dalam Sidang MK perkara nomor 38/PUU-XIX/2021 secara daring pada Kamis (08/06/2022) (Dok Dewan Pers)
Saksi Ahli dari pihak terkait Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Dr Gati Gayatri saat pengambilan sumpah dalam Sidang MK perkara nomor 38/PUU-XIX/2021 secara daring pada Kamis (08/06/2022) (Dok Dewan Pers)

Jakarta, Kabarterdepan.com – Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini (Rabu, 8/6/2022) di Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil (judicial review) dalam perkara nomor 38/PUU-XIX/2021. Sidang ini merupakan pengujian materiil atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya terkait sertifikasi wartawan oleh Dewan Pers.

Persidangan yang digelar secara daring itu mendengarkan pandangan saksi ahli dari pihak terkait Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Dr Gati Gayatri. Dia berpendapat, bahwa sertifikasi wartawan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Responsive Images

Dr Gati Gayatri mengatakan, hadirnya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 (Undang-Undang Pers) membuat ruang publik termasuk pers semakin bebas dan terbuka sehingga substansi pers semakin independen dari kekuasaan politik. Undang-Undang Pers juga telah mendorong kemunculan perusahaan pers baru.

“Terkait kelembagaan dan fungsinya, Dewan Pers bersifat independen. Tak hanya itu, Undang-Undang Pers tetap diperlukan agar pers mampu memperlancar komunikasi politik dalam pembangunan demokrasi yang sehat di Indonesia. Peraturan-peraturan, pedoman, standar, prosedur dan sejenisnya yang dibentuk oleh Dewan Pers di Indonesia yang mewajibkan semua orang tunduk dapat dimaknai sebagai self regulation dan voluntary system of regulation bagi wartawan, organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers khususnya yang telah memiliki kesadaran mengenai tanggung jawab sosialnya dan secara suka rela memilih menaati ketentuan tersebut. Kesadaran ini penting untuk mendukung tercapainya tugas Dewan Pers,” jelas Dr Gati Gayatri.

Lebih lanjut, Dr Gati Gayatri menekankan, letentuan Pasal 15 ayat 5 Undang-Undang Pers menyatakan, Presiden hanya berwenang untuk menetapkan sekaligus hanya bisa menerima, tidak berwenang menolak, calon anggota yang dipilih oleh organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 3 Undang-undang Pers.

“Terkait pengertian memfasilitasi dan membuat peraturan, selama aturan-aturan yang ada merupakan hasil kesepakatan antara organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan yang difasilitasi oleh Dewan Pers, maka hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pers. 7,” ungkap Dr Gati.

Dr Gati menegaskan, Sertifikasi Dewan Pers, bebeda dengan sertifikasi berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam SKKNI terdapat mekanisme dan prosedur khusus yang diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Yang menyususun standar nasional harus industri itu sendiri. Sertifikasi oleh Dewan Pers adalah standar khusus, tidak bisa disamakan dengan SKKNI.

“Mekanisme pemilihan Dewan Pers diatur dalam Statuta Dewan Pers. Statuta harus mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang. Uji materiil ini diajukan oleh Soegiharto Santoso, Heintje Gronston Mandagie, dan Hans M Kawengian. Sedangkan pasal UU Pers yang diujimaterikan adalah: Pasal 15 ayat 2 (huruf f): Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturanperaturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan. Pasal 15 ayat 3: Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden,” pungkasnya . (Siaran Pers).


Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar