IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Pakar Hukum Pidana UINSA : Pencabulan Anak di Bawah Umur adalah Masalah Serius

Avatar of Andy Yuwono
Pakar Hukum Pidana sekaligus Dosen Hukum Pidana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Dr Imron Rosyadi
Pakar Hukum Pidana sekaligus Dosen Hukum Pidana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Dr Imron Rosyadi. (Dokpri narasumber)

Kota Mojokerto, Kabarterdepan.com – Pakar Hukum Pidana sekaligus Dosen Hukum Pidana Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Dr Imron Rosyadi mengatakan, masalah pencabulan yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak-anak masih di bawah umur, sungguh menjadi masalah yang serius, Minggu (17/12/2023).

“Sehingga, harus dilakukan penyidikan secara cermat, karena kasus anak yang terlibat dengan hukum sangat marak, untuk itu para penegak hukum harus benar benar melakukan pemeriksaan sesuai dengan laporan yang terjadi. Karena, kasus yang menimpa terhadap anak-anak kerap kali terjadi. Dan perlu diketahui bahwa kasus ini merupakan delik umum, bukan delik aduan. Ini sesuai dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu 1/2016,” ungkap Dr Imron Rosyadi melalui sambungan telepon, Senin (18/12/2023).

Responsive Images

Lebih lanjut, Dr Imron Rosyadi menuturkan, kasus cabul yang menimbulkan permasalahan hukum bagi anak harus mendapatkan perlindungan secara cermat dan hati-hati. Hal ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 adanya perubahan atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan undang-undang lain yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelakunya.

“Kejahatan seksual berupa cabul yang dilakukan oleh Oknum Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkot Mojokerto, YH (41) harus segera dilaksanakan penyelidikan. Jĺika sudah memenuhi minimal dua unsur alat bukti maka bisa dipastikan bahwa kasus tersebut adalah perbuatan pidana, karena memenuhi sekurang-kurangnya terpenuhi dua unsur alat bukti dimaksud, yaitu adanya pelaku dan saksi pelapor sebagaimana yang diatur dalam KUHAP Pasal 184 UU Nomor 8 tahun 1981 dan Pasal 1 angka 5 KUHAP, ” tegasnya.

Menurutnya, secara spesifik perbuatan cabul terhadap anak diatur dalam Pasal 76E undang undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Dalam pasal tersebut dinyatakan, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Jika unsur yang dilakukan oleh oknum protokol pegawai Pemkot Mojokerto memenuhi unsur yang terdapat dalam pasal tersebut maka dapat dipastikan untuk dinaikkan pemeriksaannya dari penyelidikan menjadi penyidikan,” tuturnya.

Sanksi bagi pelaku kejahatan cabul terhadap anak, lanjut Dr Imron Rosyadi, dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal 82 ayat (1) junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Sanksi pidananya penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

“Kemudian proses hukumnya tentu berbeda dengan dengan proses yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku pidana, akan tetapi hal ini yang menjadi korban adalah anak-0anak, pelaku orang dewasa,” jelasnya.

Jika sudah memenuhi minimal dua unsur alat bukti sesuai dengan KUHAP Pasal 184 UU Nomor 8 tahun 1981 dan Pasal 1 angka 5 KUHAP, imbuh Dr Imron Rosyid, maka seharusnya penyidik atau pihak kepolisian jangan ragu dan segera menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan dan menetapkan terduga pelaku, YH (41) menjadi tersangka.

“Sesuai dengan Pasal 21 KUHAP, polisi dapat melakukan penahanan terhadap tersangka jika adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana, ” bebernya.

“Apalagi, tindak pidana pencabulan terhadap anak ini penjara ini ancaman hukuman penjaranya paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Sehingga, sesuai dengan pasal 21 ayat 4a maka bisa dilakukan penahanan,” pungkasnya. (*)

Responsive Images

Tinggalkan komentar