IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Intip Kampung Melayu Semarang, Kawasan Multietnis yang Harmonis

Avatar of Redaksi
Gerbang masuk Kampung Melayu. (Ahmad/kabarterdepan.com)
Gerbang masuk Kampung Melayu. (Ahmad/kabarterdepan.com)

Semarang, kabarterdepan.com – Kampung Melayu yang terletak di Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang menjadi potret salah satu perkampungan yang dihuni multietnis namun hidup dengan harmonis.

Dalam riwayatnya Kampung Melayu turut menjadi bagian yang memainkan peran sejarah perniagaan di Tanah Air.

Responsive Images

Sebelum orang-orang Eropa khususnya Belanda datang, Semarang, selain ditinggali orang Jawa, juga telah dimukimi beberapa suku bangsa lain.

Para pendatang tersebut berasal dari China, Gujarat, Arab, Yaman (Hadramaut), hingga sejumlah etnis di Nusantara seperti Koja, Banjar, Aceh, Sulawesi maupun kawasan Asia lainnya.

Banyak yang kemudian menetap di Kampung Melayu. Umumnya mereka bermukim secara kelompok di tepian Kali Semarang.

Keharmonisan itu kian nampak di bulan puasa ini. Warga Kampung Melayu yang sebagian besar muslim, baik China, Sulawesi, Papua maupun India, saling berkontribusi dalam takjil ketika berbuka puasa.

“Di Kampung Melayu inilah kehidupan harmonis nampak. Multietnis ini begitu rukun dan saling menghormati. Harmonisasi ini juga bisa dilihat ketika rembuk desa atau rapat RW,” ungkap Johanes Christiono, pemerhati sejarah yang juga tinggal di Kampung Melayu, Minggu (17/03/2024).

Johanes Christiono, pemerhati sejarah. (Ahmad/kabarterdepan.com)
Johanes Christiono, pemerhati sejarah. (Ahmad/kabarterdepan.com)

Pria beretnis china ini menambahkan, perkembangan kampung Melayu terjadi sejak abad ke-17 sebagai tempat para pedagang melabuhkan jonk (perahu kecil) mereka di sepanjang Kali Semarang.

Perahu tersebut difungsikan untuk mengangkut penumpang antar kota pesisir di sekitar Semarang, seperti Kendal, Demak, hingga Jepara.

“Sebuah distrik yang membentang di sebelah barat sungai di antara kota tua dengan laut,” tambahnya.

Johanes melanjutkan, secara umum, distrik ini bukan kawasan yang nyaman ditinggali, karena selalu tergenang banjir pada musim penghujan dan cenderung tidak sehat.

Semakin mendekati pantai, kondisi distrik tersebut berupa rawa yang tidak berpenghuni, sebab semakin bertambahnya tahun area rawa meluas ke arah laut.

“Itu terjadi akibat sedimentasi yang tinggi dan berbiaknya tanaman jeruju (Acanthus Ilicifolius) di permukaan rawa. Beberapa bagian rawa telah diubah warga menjadi tambak ikan,” pungkasnya. (Ahmad)

Responsive Images

Tinggalkan komentar