IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Batik Kota Mojokerto Tembus Pasar Internasional

Batik Kota Mojokerto
Batik Kota Mojokerto Tembus Pasar Internasional (muzakki/KabarTerdepan.com)

Kota Mojokerto, KabarTerdepan.com – Bukan hanya memiliki produk alas kaki yang sudah merambah internasional, tetapi Kota Mojokerto juga punya produk batik yang juga menembus pasar global hingga Amerika Serikat.

Batik Bu Dar buktinya yang mampu menembus pasar luar negeri seperti Thailand, Singapura, Malaysia, Australia bahkan hingga Amerika Serikat.

Responsive Images

Sudarsih (68) pemilik Batik Bu Dar mengatakan, usahanya didirikan tahun 2005 silam. Saat itu anak-anaknya memintanya untuk tidak lagi bekerja karena berbagai alasan.

Sejak itulah Sudarsih memutuskan fokus mengembangkan batik. Dengan inovasi motif dan warna, Batik tulis dan Batik Cap merk Bu Dar perlahan tapi pasti menjadi produk unggulan UMKM kota Mojokerto.

“Dulu saya otodidak (belajar membatik), mengalir begitu saja. Cuma saya yakin. Dulu saya marketing bank yang tidak membawa barang saja saya bisa menjual, kenapa sekarang saya punya batik sendiri kok tidak bisa menawarkan,” ujarnya ditemui di rumah sekaligus lokasi usaha Batik Bu Dar di Griya Permata Meri Blok A4 No 32 Kota Mojokerto.

Ibu dari 10 anak ini mulai memasarkan batik dengan mengikuti berbagai event pameran, baik tingkat regional maupun nasional. Perlahan namun pasti, peminatnya banyak sehingga ia sempat memiliki 17 karyawan yang membantunya dalam memproduksi batik.

Pemasaran batik tidak hanya di Mojokerto saja, tapi sampai ke luar Jawa. Dari pameran itulah batik Bu Dar dikenal oleh masyarakat luas dan warga asing seperti dari Thailand, Singapura, Malaysia, australia hingga Amerika Serikat.

Mengikuti pameran di berbagai daerah menjadi ujung tombak pemasarannya. Sebab perempuan berjilbab ini berpendapat, pemasaran batik tidak bisa dilakukan secara online. Pembeli harus tahu kualitas kain, motif dan warna di batik dengan memegang fisiknya.

“Saya tidak pernah (memasarkan secara) online. Kalau batik tidak bisa online, soalnya beli batik itu beda dengan print. Print itu bukan batik, kalau beli batik mesti pegang barangnya, kainnya bagaimana, motifnya, warnanya. Terkadang antara di dalam foto dan aslinya beda,” terangnya.

Sejak menjadi anggota Asosiasi Pengrajin Batik Jawa Timur (APBJ), Sudarsih semakin kerap mendapat undangan mengikuti pameran di berbagai tempat. Termasuk ketika ada kapal pesiar yang bersandar di pelabuhan, produk batiknya dijamin laris diborong warga asing.

“Biasanya kalau ada kapal pesiar bersandar di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, saya sering ikut pameran di sana, mereka (warga asing) suka dengan produk batik saya. Kebanyakan pembeli dari luar negeri tertarik membeli batik tulis dengan warna alam,” imbuh Sudarsih.

Sudarsih mengaku bersyukur, produk batik miliknya juga kerap menjadi jujukan instansi pemerintah untuk pengadaan seragam batik. Bahkan dulu produk batiknya pernah menjadi seragam batik di lingkungan Pemkot Mojokerto.

“Sampai saya membuatkan seragam kota Mojokerto waktu itu. Dipakai setiap hari Kamis. Yang menciptakan saya, yang menggambar saya, motifnya Rengkik oranye. Waktu itu Wali Kota Mojokerto masih pak Mas’ud Yunus. Sekitar tahun 2012,” tuturnya.

Usaha batik Bu Dar sempat menurun kala dihantam pandemi Covid-19 selama hampir dua tahun. Dari 17 karyawan menjadi 8 karyawan. Namun pasca pandemi, permintaan untuk Batik Bu Dar meningkat lagi. Bahkan dibawah kepemimpinan Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, ia juga dipercaya sebagai salah satu pengrajin batik yang memproduksi seragam batik untuk pegawai di Pemkot Mojokerto.

“Sudah ribuan potong batik terjual. Kebanyakan dari instansi. Sekali pesan bisa sampai 300 potong,” tukasnya.

Kini Sidarsih juga memiliki ciri khas motif sendiri, diantaranya motif Ayam Bekisar, Manuk Noleh, Mojopahitan, Uker dan Kelorisasi. Untuk pengembangan UMKM batik di Kota Mojokerto, Sudarsih berharap dukungan dari Pemkot Mojokerto. Salah satunya dengan menggelar event-event atau kegiatan yang mewadahi pengrajin batik.

Kini dengan dibantu 8 karyawan, Sudarsih sanggup memproduksi hingga 30 potong setiap harinya untuk batik tulis. Sedangkan untuk batik cap bisa mencapai 50 potong per hari. Untuk setiap potong kain batik tulis, Sudarsih membanderol harga mulai Rp250 ribu hingga Rp500 ribu. Sedangkan untuk Batik Cap mulai harga Rp125 ribu hingga Rp 250 ribu.

“Jika dalam bentuk baju, nambah lagi Rp70 ribu karena kita juga punya penjahit. Bisa juga memasan batik couple maupun seragam,” ujarnya. (*)

Responsive Images

Tinggalkan komentar