IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi di Perumda DTS Rugikan Terdakwa, Kuasa Hukum: Harusnya Perdata bukan Pidana

Avatar of Jurnalis : Setyawan - Editor : Yunan
IMG 20240521 WA0062
Proses persidangan dugaan kasus korupsi di lingkungan Perumda DTS, di PN Tipikor, di Sidoarjo, Selasa (21/5/2024). (Eko Setyawan/Kabarterdepan.com)

Sidoarjo, Kabarterdepan.com – Dugaan kasus korupsi di lingkungan perusahaan air minum, PDAM Delta Tirta Sidoarjo ini, terus berguli. Sebanyak tiga orang yang terseret kasus itu. Bahkan, mereka telah ditetapka sebagai tersangka, dan harus menjalani proses persidangan.

Sejumlah saksi, termasuk tim ahli dihadirkan untuk menyibak perakara yang diduga merugikan keungangan negara hingga Rp. 23,5 miliar itu. Para saksi dan ahli dihadirkan dalam acara fakta persidangan.

Responsive Images

Dalam agenda itu, banyak ditemukan keterangan dari saksi, yang memaparkan ada piutang Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Delta Tirta, Sidoarjo di neraca maupun laporan keuangan ke Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Delta Tirta Sidoarjo (nama baru PDAM Delta Tirta Sidoarjo).

Sementara Kuasa Hukum ketiga terdakwa (Slamet, Samsul dan Juriyah) Nizar Fikri menyayangkan atas perkara tersebut, bergulir hingga ke ranah hukum pidana. Sebab, dalam mekanisme hutang terdapat klausul perjumpaan hutang.

Menurutnya, kedua pihak bisa duduk bersama. Menentukan kesepakatan hal itu. Maka, masalah tersebut dapat atau dianggap selesai.

“Perkara itu harusnya bisa digeser ke perdata bukan pidana,” ujar Fikri, setelah persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di ruang Cakra, di Raya Juanda, Sidoarjo, Selasa (21/5/2024).

Mengingat, lanjut Fikri, berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, ada kegiatan pasang baru, sambungan baru aliran air PDAM yang dilakukan oleh KPRI DTS.

Perkara yang terjadi pada periode 2013-2015 itu, Fikri mengharapkan, saksi ahli yang dihadirkan Selasa siang dalam persidangan itu, mestinya memahami hasil auditnya kembali, yang menjadi Laporan Hasil Penyidikan (LHP).

“Tidak berhenti hanya di audit pertengahan Tahun 2015 saja. Namun, hingga Desember sesuai di LHP. Yang ini dikhawatirkan ada kekeliruan yang telah disampaikan,” terang Fikri.

Karena itulah, dia menilai, ketiga kliennya, dari pengurus KPRI DTS periode 2013-2015 tak bisa dikatakan melanggar hukum. Apalagi, jika dilakukan upaya penghitungan ulang, KPRI DTS menerima uang dari Perumda DTS adalah sejumlah kurang lebih 31.515 titik pasang baru (pasba) dikalikan perpasang Rp. 780 ribu.

Atau, total jumlah uang adalah Rp 24.581.700.000. Yang secara faktual, nilai rupiah yang diterima KPRI DTS dari Perumda DTS untuk pengerjaan Pasang Baru (Pasba) periode 2013-2015 hanya kurang lebih Rp. 21.118.673.615.

Ia memeprtanyakan adanya dugaan selisih atau kekurangan bayar dari pihak perumda DTS, senilai Rp 3.463.026.385 itu. Yang dalam peristiwa itu belum ada kerugian yang diderita Perumda, atau kerugian negara.

“Justru, koperasi yang dirugikan. Itu malah memiliki hak yang belum terbayar,” pungkasnya. (*)


Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Responsive Images

Tinggalkan komentar