IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Harga Beras Melejit, Ojol di Semarang Menjerit

Avatar of Andy Yuwono
Ilustrasi ojol di Semarang. (Ahmad/kabarterdepan.com)
Ilustrasi ojol di Semarang. (Ahmad/kabarterdepan.com)

Semarang, kabarterdepan.com – Harga beras belakangan mengalami kenaikan yang signifikan. Kondisi itu membuat para Ojek Online (Ojol) di Semarang menjerit.

Ojol yang selama ini menjadi salah satu pilihan mencari nafkah bagi sebagian anggota masyarakat untuk mengais rupiah, belakangan ini menggeliat pedih. Pasalnya, dalam beberapa hari ini, sejak sepekan sebelum pencoblosan (pemilu) pada pertengahan Februari 2024, isu kenaikan beras merebak.

Responsive Images

Salah satu driver ojol, Darmadi (42) dari Maxim, menuturkan bahwa kenaikan harga sembako, utamanya beras, bukan sekadar isu, melainkan fakta.

“Dari harga Rp 11 ribu, tiba-tiba melonjak jadi Rp 15 ribu, kan terasa banget. Ojek ngejar Rp 200 ribu aja, dari pagi sampai hampir pagi lagi, susahnya minta ampun,” keluhnya dengan wajah setengah frustasi, Jumat (1/3/2024).

Lain halnya dengan Suwarto (61) yang di kalangan ojek biasa disapa Mbah War. Pihaknya mengeluhkan, kenapa pemerintah justru menaikkan harga sembako, padahal rakyat sudah senin kamis mencari rupiah.

“Sekalipun dari beberapa parpol ada sumbangan sembako, terutama beras 3 Kg, tapi kan tidak bisa menutup kebutuhan bulan-bulan berikutnya, tetap harus dicari, ya kan,” tukasnya.

Mbah War yang mengaku masih membantu menafkahi cucu yang memasuki jenjang SD kelas 2, lantaran menantunya kena PHK di periode terakhir Covid-19 tahun 2020 ini, tidak tahu mesti usaha apa lagi untuk menutup kebutuhan sehari-harinya.

“Anak saya cuma dagang bubur sumsum untuk bayi jika pagi sampai pukul 09.00. dengan hasil yang tak seberapa,” tambah mbah War yang menekuni ojol Grab 3 tahun belakangan ini.

Beda lagi yang dialami Pamuji (49), driver ojol Gojek. Ia mengalami masa kejayaan Gojek di awal-awal gabung.

“Dulu, pertama gabung, sepuluh tahun lalu, penghasilan saya minim bisa tujuh juta lebih selama sebulan, sekarang boro-boro, bisa masuk gopek (Rp 500 ribu), sudah hebat, apalagi sekarang ada isu beras naik, pusing deh,” ungkapnya.

Pamuji yang awalnya buruh pabrik ubin di kawasan Mangkang, banting setir jadi ojol lantaran melihat prospeknya lebih cerah ketimbang buruh pabrik. Di masa keemasan itulah ia bisa mendulang rupiah lumayan.

“Saya bisa meng-aci rumah sampai jadi, bisa kredit mini compo, tv layar datar, dan memodali istri dagang gorengan. Tapi itu dulu, sekarang berat. Bisa beli beras dan sayur untuk makan sehari saja, udah syukur mas. Apalagi harus beli buku pelajaran anak sekolah, ah ndak tahulah,” celotehnya sembari men-scrol hapenya.

Lain halnya Irdam (29), sopir angkot yang alih profesi jadi kurir pengantar paket dari Shoope.

“Kalau bisa ngantar 70 paket, target minimal, terima gaji 140 ribu, itu sehari. Kalau nggak sampai target, dihitung 10 ribu per paket, misalnya cuma bisa antar 60 paket, ya cuma dapat 60 ribu. Ya mending mas, bisa beli beras sekilo sama sayurnya,” terangnya.

Obrolan dengan driver ojol di serambi Masjid Al Hikmah di bilangan Perumahan Arya Mukti Semarang jelang salat Dzuhur ini terkait persoalan kehidupan, akhirnya tiba pada satu kesimpulan sederhana, kesulitan yang dialami rakyat kecil tidak serta merta terpecahkan oleh penguasa, kendati diwujudkan bantuan, apapun bentuknya. Rakyat kecil tetap mengais rupiah demi rupiah guna memenuhi hajat keseharian yang tanpa berkesudahan. (Ahmad)

Responsive Images

Tinggalkan komentar