SURABAYA,- Dinilai merugikan masyarakat dan diduga menjadi ladang bisnis, kebijakan Gugus Tugas Covid-19 yang dituangkan dalam Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 tahun 2020 Tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tertanggal 6 Juni 2020. Aturan tersebut tertera pada ketentuan huruf F ayat (2) huruf b angka 2 digugat oleh pengacara asal Surabaya, M. Sholeh pada hari Kamis, 25 Juni 2020.
Dalam Dialog TV One bertema Rapid Test Jadi Ladang Bisnis?, M Sholeh mengatakan yang harus dipahami kalau kita melihat Kepres Nomor 7, Kepres Nomor 9 tentang Gugus Tugas, nggak ada kewenangan Gugus Tugas membuat aturan, ini mestinya surat edaran ini ditujukan kepada Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan. Kementerian Perhubunganlah yang membuat aturan itu kepada bandara, dan masyarakat seperti kita, bukan Gugus Tugas, kita nggak ada kaitannya. Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 diubah jadi Nomor 41 untuk calon penumpang. Aturan itu mengatur salah satunya penggunaan masker, jaga jarak (physical distancing) tapi tidak ada itu klausul rapid test. Disisi lain ada surat Keputusan Menteri Kesehatan untuk calon penumpang, yang dikeluarkan tanggal 19 Juni juga tidak mewajibkan adanya rapid test, saya jadi bingung pinteran mana Kemneterian Kesehatan dengan Gugus Tugas.
“Gugus Tugas hanya kelompok, perwakilan Kementerian Kesehatan dan Kementerian-kementerian terkait, sifatnya hanya koordinatif. Hari ini positif sekian, meninggal sekian, itu tugas Gugus Tugas, bukan mengatur masyarakat, mewajibkan masyarakat. Disisi yang lain, rapid test ini sangat membebani masyarakat, coba Mas Dani kalau nggak percaya datang itu ke rumah sakit-rumah sakit, antri saja untuk rapid test kedua itu menghabiskan waktu 1 jam, sangat banyaknya yang mau berpergian naik kereta api, pesawat, kapal laut, anehnya orang berpergian naik Bus antar kota itu tidak ada itu rapid test, padahal sama-sama rentan penularannya.
Hal ini ditanggapi oleh Danny Amrul Ichdan, yang mengatakan Kementerian Kesehatan mengeluarkn Kepmen itu dilakukan baru-baru ini, sedangkan surat edaran Gugus Tugas dikeluarkan pada kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Gugus Tugas ini dalam rangka tugas skrining, contact tracing, dan melakukan pembatasan penyebaran. Sedangkan untuk Bus kenapa tidak dilakukan rapid test, karena pada saat itu tiga transportasi mempunyai risiko paling banyak. Kebijakan ini berisifat adaptif dan fleksibel berdasarakan kurun waktu dan kejadiannya. Jika saat ini sudah tidak relevan lagi, akan dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sehingga output kebijak yang dilahirkan bisa sesuai dengan aspek kemasyarakatan, kebutuhan masyarakat, epidemiologi dan public health.
Disisi lain, Pandu Riono, Ahli Epidemiologi UI mengatakan sejak awal, ia sudah menentang penggunaan rapid test karena tidak akurat, WHO juga menganjurkan untuk tidak memakainya. Kita harus memperkuat penggunaan PCR, kalau kita mau serius, gunakanlah PCR, sebagai penggunaan alat yang akurat.
Dirangkum dari https://www.youtube.com/watch?v=YG0712MHTAs
Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.