IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Sejarah Jembatan Deng-deng di Mojokerto, Jalur Ekstrem Peninggalan Belanda yang Masih Digunakan Warga

EKSTREM : jembatan Deng-deng di Kabupaten Mojokerto. (Erix/kabarterdepan.com)
EKSTREM : jembatan Deng-deng di Kabupaten Mojokerto. (Erix/kabarterdepan.com)

Kabupaten Mojokerto, Kabarterdepan.com – Jembatan Deng-deng ini terletak di Desa Wonoayu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.

Untuk melewati jembatan ini warga harus ekstra hati-hati, sebab jembatan ini hanya memiliki lebar 2 meter saja, dan tidak punya pengaman di sisi kanan dan kiri.

Responsive Images

Jembatan ini menjadi jalan penghubung antara Desa Wonoayu Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto dan Desa Perning, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.

Jembatan ini dulunya difungsikan sebagai jembatan rel atau lori untuk mengangkut tebu menuju pabrik gula setempat pada zaman Belanda. Lori sendiri disebut kereta yang berfungsi sebagai penarik gerbong hasil panen tebu di zaman Belanda kala itu.

Di bawah jembatan Deng-deng mengalir Sungai Kalimas dengan arus deras. Jembatan ini sendiri tidak ada pembatas kanan dan kiri. Jadi pengendara harus ekstra fokus dan hati-hati karena sedikit saja meleset bisa tercebur ke sungai yang sangat dalam.

Jembatan deng-deng hanya bisa dilintasi satu kendaraan roda dua yang saling bergantian. Tidak bisa melintasi secara berlawanan, dikarenakan jembatan itu lebarnya hanya 2 meter.

Heri Yatno (63), warga Wonoayu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. (Erix/kabarterdepan.com)
Heri Yatno (63), warga Wonoayu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. (Erix/kabarterdepan.com)

Heri Yatno (63) warga Desa Wonoayu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto mengatakan, jembatan ini sudah ada sejak dirinya masih kecil dan dijadikan perlintasan penghubung Desa Wonoayu menuju ke Desa Perning.

“Dari saya kecil jembatan ini sudah ada, sudah tidak difungsikan lagi untuk lori tebu. Namun dijadikan jembatan untuk penghubung desa. Banyak orang-orang yang melintas jembatan ini,” ucap Heri. Selasa (2/1/2024).

Heri juga mengatakan, jembatan ini dulunya sebagai perlintasan rel kereta atau lori, kemudian warga berinisiatif memasang kayu-kayu yang ditata dari ujung ke ujung agar bisa dilintasi pejalan kaki dan kendaraan roda dua. Namun tidak ada pembatas jembatan ini di sisi kanan dan kiri, dari dahulu hingga sekarang.

“Dulunya tidak seperti ini jembatannya, hanya di pasang papan kayu saja, berjajar dari ujung ke ujung. Kemudian diikat menggunakan tali besi (seling). Kalau yang sekarang digunakan cor itu baru-baru saja,” ujar Heri.

Heri juga menceritakan, di sekitar desanya dulunya ada pabrik gula pada zaman belanda. Jembatan tersebut sebagai jembatan lori untuk mengangkut tebu. Namun saat ini pabrik itu sudah dibongkar. Hanya tersisa dua rumah zaman belanda.

“Awalnya dulu jembatan ini hanya dipasang papan kayu, kemudian merasa tidak aman memakai papan kayu, akhirnya diganti menggunakan plat besi setebal 5-10 Cm dengan panjang lebar 1 meter di pasang sejajar diri ujung ke ujung,” katanya.

“Pengendara roda dua atau pejalan kaki saat melintasi jembatan terdengar suara deng-deng dari suara besi. Maka dari itu dinamakan jembatan deng-deng,” imbuhnya.

Heri juga bercerita, banyak pengedara sepeda motor yang terjatuh saat melintasi jembatan deng-deng. Dikarenakan kurangnya konsentrasi saat melintasi jembatan itu, dan juga tidak ada pembatas jembatan kanan dan kiri. Ada juga pengendara sepeda motor yang tidak ingin melintasi jembatan dan rela berputar jauh karena takut terjatuh ke sungai.

“Sering terjadi kendaraan sepeda motor terjatuh dari jembatan saat melintas. Mungkin kurangnya konsentrasi saat melintasi jembatan ini. Ya, tidak ada pembatas jembatan kanan dan kiri. Saya juga sering membantu korban yang terjatuh dari jembatan ini,” pungkas Heri. (*)

Responsive Images

Tinggalkan komentar