IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Oknum Protokol Pemkot Mojokerto Diduga Cabuli Anak di Bawah Umur, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Angkat Bicara

Avatar of Andy Yuwono
WhatsApp Image 2023 12 18 at 10.52.33 PM
Ilustrasi pencabulan (Freepik)

Kota Mojokerto, Kabarterdepan.com – Oknum Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkot Mojokerto, YH (41) yang diduga mencabuli anak di bawah umur telah mendapatkan perhatian dari Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar, Minggu (17/12/2023).

Saat dikonfirmasi Kabarterdepan.com melalui sambungan telepon, Nahar mengatakan, pihaknya memberikan atensi terhadap kasus-kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Responsive Images

Untuk itu ia akan mengawal dugaan kasus pencabulan yang dilakukan oleh Oknum Protokol Pemkot Mojokerto berinisial YH ini. Karena ini masih dugaan dan perlu dibuktikan, maka semua orang juga harus menghormati asas praduga tidak bersalah.

“Kami telah berkoordinasi dengan Unit PPA Bareskrim Polri dan Pemda (Provinsi Jatim dan Kota Mojokerto) untuk memantau tindaklanjut penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ini,” tutur Nahar kepada Kabarterdepan.com.

Menurutnya, siapa pun dan apa pun jabatannya, setiap orang yang telah melakukan perbuatan cabul terhadap anak haruslah diproses sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 adanya perubahan atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan undang undang lain yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelakunya. Secara khusus, kasus pencabulan sebagai bagian dari TPKS, proses acara pidananya harus memperhatikan UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS.

“Untuk memberikan kepastian, kasus dugaan TPKS ini harus segera ditindaklanjuti dengan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan, dan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang No 12 Tahun 2022 tentang TPKS ditegaskan bahwa pembuktian cukup dari keterangan saksi dan/atau korban disertai 1 alat bukti, dan keyakinan hakim benar telah terjadi TPKS dan terdakwa yang telah melakukannya, melalui jenis-jenis alat bukti yang telah diatur dalam Pasal 24 undang-undang tersebut,” beber Nahar.

“Jika unsurnya telah terpenuhi dengan bukti yang cukup, maka seharusnya penyidik atau pihak kepolisian jangan ragu dan segera menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan dan menetapkan terduga pelaku menjadi tersangka,” harap Nahar.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 juga menegaskan dalam Pasal 23, lanjut Nahar, Perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan.

“Bahkan dalam Pasal 19 ditegaskan bahwa setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau Saksi dalam perkara TPKS, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” tegas Nahar.

Lebih lanjut, Nahar menuturkan, sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, penyidik atau polisi dapat melakukan penahanan terhadap tersangka jika adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti dan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.

“Kami minta polisi cermat dan tegas dalam mengusut kasus ini, apalagi laporan polisi ini sudah dibuat sejak tanggal 19 Oktober 2023 lalu, ini sudah hampir dua bulan,” pungkasnya. (*)

Responsive Images

Tinggalkan komentar