IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Muslim Mengucap Selamat Natal, Bolehkah?

Ilustrasi perayaan natal. (Freepik.com)
Ilustrasi perayaan natal. (Freepik.com)

Jakarta, Kabarterdepan.com – Menjelang perayaan Natal 2023 selalu muncul perdebatan soal apakah seorang muslim boleh mengucap selamat natal kepada umat kristiani.
Dalam hal ini terjadi beda pendapat di kalangan para ulama.

Ada yang membolehkan dengan alasan menjaga kerukunan antar umat beragama namun juga ada yang melarangnya karena berlawanan aqidah.

Responsive Images

Dilansir dari laman nu.or.id, ada sebagian kelompok ulama yang membolehkan ucapan selamat atas hari besar umat beragama lain.

Dasarnya adalah Alquran Surat al-Mumtahanah ayat 8 : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT tidak melarang seorang Muslim untuk berbuat baik kepada non muslim. Mengucapkan selamat natal sebagai hari raya non-Muslim dinilai sebagai salah satu bentuk perbuatan baik kepada non-Muslim.

Selain dasar ayat alquran tersebut, rujukan lainnya adalah hadis nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan Anas bin Malik, bunyi hadits tersebut: “Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi Muhammad, kemudian ia sakit. Maka, Nabi mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: ‘Masuk Islam-lah!’ Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi Muhammad).’ Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi keluar seraya bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.”

Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad memberikan teladan kepada umatnya agar berbuat baik kepada non-Muslim yang tidak memerangi mereka. Begitupun dengan mengucapkan selamat hari raya atas agama lain kepada mereka yang memperingatinya.
Kelompok ulama tersebut berpendapat bahwa mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani bukan berarti mengakui apa yang dipercayai mereka, namun lebih pada penghormatan dalam bermasyarakat dan menjaga kerukunan bersama.

Di antara ulama yang membolehkan adalah Syekh Ali Jum’ah, Syekh Muhammad Rasyid Ridla, Syekh Yusuf Qaradhawi dan beberapa ulama lainnya.

Sementara itu juga ada ulama yang melarang mengucap selamat natal karena bertentangan dengan aqidah atau keyakinan. Para ulama yang melarang tersebut juga mengambil sumber hukum dari Alquran.

Alquran Surat al-Furqon ayat 72 : “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Kelompok ulama ini menafsirkan ayat di atas bahwa ciri orang yang akan mendapatkan martabat tinggi di surga adalah orang yang tidak memberikan kesaksian palsu.

Sementara seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat natal atas umat kristiani dianggap sama dengan memberikan persaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat non-Muslim tentang hari rayanya.

Sebagai konsekuensi jika seorang muslim mengucap selamat natal maka dia tidak akan mendapatkan martabat yang tinggi di surga. Atas dasar itulah, mereka mengharamkan ucapan selamat atas hari raya non-Muslim.

Dasar hukum lain yang mereka gunakan untuk menguatkan argumentasinya adalah hadits riwayat Ibnu Umar, yaitu “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut.”

Hadis tersebut sangat terkenal dan sering dipakai oleh sekelompok umat Islam untuk mengafirkan umat Islam lainnya, hanya karena mereka dianggap ‘menyerupai’ non-Muslim.

Hadis tersebut juga dipakai dalam menghukumi ucapan selamat natal kepada non muslim sebagai perbuatan haram. Sebab dengan seorang Muslim yang memberi ucapan natal berarti dia menyerupai tradisi umat tersebut. Karena menyerupai, maka dia termasuk dari kaum tersebut.

Dengan mengambil dua pendapat di atas, maka hukum mengucap selamat natal kepada non-Muslim tidak lantas mutlak boleh dan juga tidak multak haram. Perbedaan situasi setiap Muslim tidak bisa diseragamkan.

Misalnya, seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada saudara atau partner bisnis sebagai bentuk penghormatan karena mereka juga menghormati Islam.

Juga diniatkan untuk menunjukkan keutamaan ajaran Islam dari sisi akhlak. Maka hal itu boleh saja, sepanjang tidak diiringi keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islamiyah seperti mengikuti rangkaian kegiatan pada Hari Natal atau hari raya agama lainnya.

Perlu digarisbawahi dari perbedaan pendapat itu adalah jangan sampai perbedaan pendapat tersebut menjadi penyulut konflik di dalam tubuh umat Islam. Tidak boleh satu pihak mengklaim bahwa pendapatnya yang paling benar dan yang lainnya salah. (*)

Responsive Images

Tinggalkan komentar