IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Anggota DPD RI : Pragmatisme Masyarakat Picu Biaya Politik Makin Mahal

Avatar of Redaksi
Casytha Arriwi Katmandhu (tengah). (Ahmad/kabarterdepan.com)
Casytha Arriwi Katmandhu (tengah). (Ahmad/kabarterdepan.com)

Semarang, Kabarterdepan.com – Pragmatisme masyarakat dalam memandang politik, terlebih Pilkada atau Pemilu yang notabene merupakan bagian dari budaya negara demokrasi, berdampak pada biaya politik menjadi mahal.

Hal itu diungkapkan Casytha Arriwi Kathmandu, anggota DPD RI perwakilan Jawa Tengah (Jateng) usai Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan bersama DPD KNPI Kota Semarang di Waroeng Kaligarang, Semarang, Rabu (22/5/2024).

Responsive Images

Casytha menilai, persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi para pemuda sebagai generasi penerus bangsa.

“Saat ini boleh dibilang anak-anak muda itu porsinya paling banyak terlibat secara aktif di kancah politik, baik sebagai pemilih atau sekaligus sebagai peserta pemilu, terlebih Pilkada serentak November 2024 mendatang. Sementara mereka masuk di saat cost politic-nya sangat tinggi, ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi kita semua,” ucapnya.

Pihaknya berpendapat, dengan aktif berorganisasi kita bisa memberikan masukan, mengedukasi masyarakat agar lebih menekankan pada kualitas calon kepala daerah.

“Kesadaran ini yang harus dibawa anak-anak muda untuk lebih memperhatikan kualitas atau kapasitas calon kepala daerah, baik kabupaten/kota, maupun provinsi,” imbuhnya.

Menurutnya, lingkungan yang pragmatis memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pola berpikir generasi muda terhadap politik. Di sisi lain, ia juga menilai kebijakan pemerintah ikut memberikan pengaruh yang sama.

“Karena memang desain sistem dari atasnya memang seperti itu. Kebijakannya juga, kalau boleh jujur saya juga salah satu orang yang kurang sepakat dengan adanya BLT, karena BLT itu mengakibatkan masyarakat lebih banyak mengandalkan bantuan. Jadi masyarakat itu ketergantungannya tinggi kepada negara,” paparnya.

Terkait peran pemerintah dalam menangani persoalan sosial dan ekonomi, Casytha mengaku lebih memilih bantuan yang bersifat stimulan agar masyarakat berupaya mandiri.

Berbeda dengan BLT yang ia nilai membuat luntur mindset masyarakat untuk giat bekerja karena orientasi berpikirnya bukan bekerja keras, melainkan mendapat uang dengan mudah.

“Kalau saya lebih memilih padat karya. Kita diberi bantuan pekerjaan. Nantinya diakhir pekerjaan akan mendapatkan upah atas pekerjaan itu. Stimulan, ada ujungnya bahwa dia itu mandiri. Jadi jiwa masyarakat untuk bekerja itu masih ada. Tapi kalau BLT kan tidak. Nah, akhirnya membuat mindset seseorang mendapat uang dengan mudah,” pungkasnya. (Ahmad)


Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan komentar