IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Pemerintah Harus Transparan soal Iuran Dana Tapera

Avatar of Redaksi
Sukirman, Wakil Ketua DPRD Jateng. (Ahmad/kabarterdepan.com)
Sukirman, Wakil Ketua DPRD Jateng. (Ahmad/kabarterdepan.com)

Semarang, Kabarterdepan.com – Kritik keras yang dilontarkan Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, terkait kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dinilai tidak optimal dan mendatangkan masalah baru di kalangan pekerja.

Rieke merujuk temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2021 yang melaporkan ratusan ribu pensiunan belum mendapat pengembalian dana Tapera.

Responsive Images

Menanggapi hal itu pengamat Kebijakan Publik Universitas Diponegoro (Undip) Satria Aji Imawan menilai pemerintah tidak bisa memukul rata potongan tiga persen gaji ke seluruh pekerja untuk Tapera.

Menurut Satria, harus ada penyesuaian dan penjelasan lebih detail terkait potongan tiga persen gaji.

“Tidak bisa dipukul rata tiga persen, perlu dijelaskan logikanya bagaimana. Penghasilan orang itu bervariatif, tiga persen bagi orang yang penghasilannya sekelas ibu kota ya tidak sama dengan yang di kabupaten. Tidak bisa sama, harus ada penyesuaian. Penjelasannya harus detail,” ungkapnya, di kampus Undip Tembalang, Semarang, Jumat (7/6/2024).

Seringkali, lanjutnya, kebijakan seperti itu, ketika ada potongan, masyarakat tidak tahu transparansinya.

“Kadang, skema-skema itu tidak berjalan lancar sehingga escape plannya juga tidak jelas. Itu yang sering terjadi, dulu BPJS ternyata ada indikasi kebocoran. Nah, menurut saya pengelolaannya tidak akuntabel,” katanya.

Terkait kebijakan potongan gaji untuk Tapera itu, kata Satria, pemerintah perlu menjelaskan lebih detail transparansinya.

“Perlu diingat orang tidak buta soal investasi perumahan. Kondisi global dan nasional juga harus dilihat, terutama nasional di Indonesia dan bagaimana skema yang ditawarkan,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jateng, Sukirman, lebih menyoroti pada regulasi yang harus matang dan benar-benar untuk kepentingan rakyat banyak.

“Contoh sudah banyak. Peraturan perundangan yang sudah berlakupun sering menciptakan resistensi kalau menyangkut kepentingan publik. Apalagi ini langsung action di lapangan, pekerja dipotong tiga persen. Secara pribadi saya tidak bisa terima,” ujarnya sedikit emosional.

Pihaknya menekankan, rakyat yang tertekan itu cukup rawan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

“Kami legislatif tentu yang dikejar publik. Maka sebelum itu terjadi, kami akan warning pemerintah. In sungguh riskan bagi konstitusi. Apalagi, sebentar lagi pergantian rezim dan siap-siap Pilkada serentak pada November nanti,” pungkasnya. (Ahmad)


Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan komentar