IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Wacana Pemakzulan Jokowi Menguat Lagi

Avatar of Jurnalis : Muzakki - Editor : Ano
Presiden Jokowi. (Instagram @jokowi)
Presiden Jokowi. (Instagram @jokowi)

Jakarta, Kabarterdepan.com – Wacana pemakzulan Presiden Jokowi menguat lagi. Wacana tersebut ditanggapi positif oleh politikus PKB Jazilul Fawaid.

Wakil Ketua PKB tersebut mengomentari wacana penggunaan Hak angket DPR yang dihembuskan oleh Anggota Komisi XI DPR dari fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu. Serta wacana pemakzulan Jokowi yang diucapkan Politkus PKS Mardi Ali Sera.

Responsive Images

Jazilul mengaku siap menandatangani hak angket DPR terkait polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut telah memuluskan jalan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka, maju dalam Pilpres 2024 sebagai cawapres Prabowo Subianto.

“Saya itu sahabat baik pak Masinton, kalau diajak ya tandatangani nanti,” kata Jazilul di DPP PKB, Jumat (3/11/2023).

Jazilul juga menilai, wacana pemakzulan Jokowi oleh PKS merupakan bagian dari kekecewaan atas putusan MK Nomor 90. Jazilul pun meminta kepada DPR agar tidak diam dan bergerak agar demokrasi di Indonesia tidak semakin terpuruk.

“Oleh sebab itu kemudian meminta lah kepada DPR, saya yakin suatu saat DPR ini akan diminta oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk bertindak, jangan diem aja DPR ini kira-kira begitu. Kalau perlu makzulkan, makzulkan, kalau perlu hak angket, angket. Kan gitu. Untuk apa? Demi demokrasi,” ucap Jazilul.

Sebelumnya, Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI Masinton Pasaribu meminta DPR menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023.

Masinton menilai putusan MK nomor 90 itu sebagai tragedi konstitusi. Dia merasa MK telah mempermainkan konstitusi dengan pragmatisme politik yang sempit.

“Saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi, dan demokrasi ini. Ini kita berada dalam situasi yang ancaman konstitusi,” ujar Masinton dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

Sementara itu wacana Pemakzulan Jokowi sebelumnya dihembuskan politikus PKS Mardani Ali Sera. Menurutnya pemakzulan Jokowi bisa menjadi opsi jika dugaan cawe-cawe atau campur tangan dalam Pilpres 2024 terbukti.

“Kalau jadi dan faktanya verified, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi,” kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 31 Oktober 2023

Wacana pemakzulan Jokowi juga disinggung pengamat politik EEp Saifulloh Fatah dalam kanal YouTube Abraham Samad Speak up yang diunggah Kamis (26/10/2023).
Eep Saifullah mengibaratkan bangsa Indonesia saat ini seperti kapal yang hendak tenggelam.

“Kita bisa tengok kasus pemakzulan di negara di Amerika Latin. Ternyata ada 4 faktor yang paling penting,” katanya.

Faktor pertama, yakni jika terbukti ada skandal yang terverifikasi pada hukum dan politik menyangkut langsung dengan presiden. Kalau terbukti ada penyelewengan kekuasaan yang bisa dibuktikan yang membuat presiden Jokowi harus berhati-hati adalah kasus di MK dan kasus pencawapresan Gibran Rakabuming dan dan seterusnya.

“Bisa kita diskusikan, Ketika presiden menggunakan kekuasaannya hingga menciptakan situasi seperti sekarang yang ditandai dengan nepotisme yang sangat akut,” terangnya.

Faktor yang kedua, yakni kegagalan kebijakan yang dirasakan secara nyata. Selama ini survei meninabobokkan publik dengan mengatakan kepuasan terhadap Jokowi di atas 70 persen. Sampai ada tokoh partai yang mengusulkan agar Gibran Rakabuming ditambahkan nama Jokowi di belakangnya supaya orang yang puas dengan Jokowi nantinya memilih Prabowo-Girban.

“Jadi dugaan saya kegagalan kebijakan yang nyata juga bisa tersedia saat ini,” kata Eep.

Yang ketiga, yakni resistensi parlemen yang melembaga dan kuat, dan kemudian meluas dan tersokong oleh gerakan luar lainnya. Ini tidak tergantung pada presiden.

Faktor ke empat, yakni keresahan publik yang meluas. Barangkali orang mengatakan belum terlihat meluas, tapi menurut Eep, jangan lupa bahwa sebetulnya kemarahan itu banyak dan terpendam.

“Saya tidak ingin negara kita rusak, saya tidak ingin demokrasi saya sakit parah. Saya tidak ingin presiden saya dipermalukan. Lha, kalau ternyata presidennya melakukan sesuatu yang membuat dia mempermalukan diri sendiri saya tidak punya kuasa. Maka kekuasaan kita adalah berbicara seperti ini,” tandanya.

Eep mengingatkan Presiden Jokowi bahwa dulu Jokowi tumbuh dari satu akar yang sangat kuat, yaitu populisme yang dibiarkan berkembang oleh demokrasi. Tetapi akar itu sekarang keropos dan masyarakat merasa rasa keadilan tercederai dan dikhianati.

“Sebagai pohon sebesar apapun ketika akarnya keropos (maka) tumbang. Dan jangan salahkan orang lain kalau itu terjadi. Karena anda (Jokowi) mengabaikan akar itu,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan komentar