IMM Toyota - Mojokerto
Kitoshindo
Birth Beyond

Pengawasan Perda Kota Mojokerto Soal Minol, Anggota DPRD Kota Mojokerto: Ini Ngeri-ngeri Sedap

Avatar of Redaksi
Anggota DPRD Kota Mojoketo Wahyu Nur Hidajat. (Alief Wahdana/kabarterdepan.com)
Anggota DPRD Kota Mojoketo Wahyu Nur Hidajat. (Alief Wahdana/kabarterdepan.com)

Kota Mojokerto, Kabarterdepan.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol (minol).

“Perda minol ini bisa dikatakan Perda yang ngeri-ngeri sedap,” ungkap Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Wahju Nur Hidajat, saat ditemui di Kantornya, Sabtu (29/6/2024).

Responsive Images

Kenapa demikian, kata dia, di satu sisi regulasi yang diberlakukan bisa menghasilkan atau mendapatkan PAD, terutama dari retribusi. Namun di satu sisi lainnya akan banyak menimbulkan riak-riak negatif akibat bebasnya penjualan miras atau minol tersebut.

“Negatifnya, kebiasaan meminum minuman keras seolah tidak putus-putusnya. Terlebih dilihat dari segi kesehatan ataupun dari sisi moralitas akhlak dan masa depan, maka akan jelas yang namanya miras bersifat destruktif baik untuk kesehatan maupun dampak secara sosial,”tandasnya.

Pun demikian jelas Wahju, kalaupun perda terkait minol ini sudah bukan lagi untuk ditabukan, maka bagaimana upaya melakukan keseimbangan agar kebebasan dalam menjalankan usaha miras tidak kebablasan. Hal ini menjadi pekerjaan berat terutama bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikannya.

“Untuk itu pengawasan lebih diperketat dan penerapan aturan serta batasan-batasan penjualan minol harus ditegakkan, sebut saja penjualan minol di dekat tempat ibadah dan lembaga pendidikan tidak diperbolehkan. Ini tidak hanya sekedar menjadi aturan tertulis tetapi sungguh sungguh diterjemahkan dan diterapkan di lapangan,” jelasnya.

Memang lanjut Anggota DPRD Kota Mojokerto Komisi II ini, perda terkait izin tempat penjualan minol ini di Kota Mojokerto telah diimplementasikan, terutama bagi pelaku usaha. Namun banyak ruang atau bagian yang bisa saja tidak mengena sehingga akan berdampak pada permasalahan sosial masyarakat. Sebab itulah diperlukan pengawasan secara terukur, dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya.

“Jika kita bertanya pada orang per orang, tentu pandangan dan pemikiran tidak sama, terutama dalam menterjemahkan perda yang mengatur usaha minol ini,” tandasnya.

Wahju mencontohkan, ketika perda minol ditanyakan pada pemikiran orang yang bersifat universal, maka akan dijawab, pengaturan minol boleh-boleh saja, yang mengkonsumsi tergantung individual. Namun ketika ditanya ke seseorang yang nota bene adalah masyarakat religius, tentu keberadaan usaha minol tidak memberikan manfaat bahkan melarang.

“Hanya karena soal uang, tapi tidak waspada dampaknya meluas dan merugikan umat, mending dihapus saja, begitu kira-kira kesimpulan jawaban si religius,” ucap Wahju.

Dikatakan jika berkaca dari kota-kota besar lainnya, maka pelaku usaha minol hanya ditempatkan pada tempat-tempat tertentu saja. Apapun kadar yang diberlakukan bagi usaha minol tetap akan diberlakukan perizinan yang ketat, termasuk orang yang dibatasi tak secara bebas dapat membelinya. (Adv)


Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan komentar