
Jakarta, Kabarterdepan.com – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari meminta publik tidak banyak berharap banyak dari sidang Hakim Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang saat ini sedang melakukan tugasnya dalam memutus sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK. Hal itu disebabkan komposisi ketiga hakim anggota MKMK masih bernuansa konflik kepentingan dengan perkara yang akan diputuskan.
Hal itu disampaikannya dalam kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Senin (30/10/2023). Awalnya Feri menegaskan bahwa putusan MK tentang syarat batas usia minimal capres dan cawapres adalah cacat hukum. Salah satu faktornya karena ada konflik kepentingan mengingat ketua MK yakni Anwar Usman merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang kemudian mencalonkan diri sebagai cawapres dengan menggunakan putusan MK tersebut.
“Kita bisa lihat ketua persidangan, Ketua MK adalah pamannya Gibran yang menikahi adik kandung Jokowi,” katanya.
Kemudian Abraham Samad mempertanyakan posisi MKMK, apakah nantinya akan independen atau justru menjustifikasi bahwa tidak ada pelanggaran etik dari hakim MK?
Feri menyebut, ketiga hakim di MKMK dipertanyakan integritasnya. Sebagaimana diketahui, MKMK dibentuk orang-orangnya oleh hakim MK.
“Jadi orang-orang yang akan diadili yang memilih siapa hakimnya, itu konflik juga,” paparnya.
Selain itu Feri menyebut rata-rata putusan MKMK menjadi tempat berlindung hakim dari pelanggaran etik yang dituduhkan. Seolah putusan MKMK menyelamatkan hakim MK.
“Bagaimana dengan MKMK saat ini. Ada tiga orang pentig. Pertama Prof Jimly Asshiddiqie, Ketua MK pertama. Kedua, Prof Bintan Saragih yang pernah di dewan etik MK, dan ketiga hakim MK sendiri. Ketiga-tiganya dipertanyakan konflik kepentingannya,” terangnya.
Ia menjelaskan, Prof Jimly tidak ada yang meragukan kapasitas, integritas dan kemampuan ketatanegaraannya, Namun Prof Jimly dinilai punya konflik kepentingan karena pernah mendukung pasangan calon (Prabowo), dan anaknya pernah mencalonkan di Partai Gerindra sehingga nuansa konflik kepentingannya tinggi.
“Kedua, Prof Bintan Saragih, dari dulu anggota dewan etik MK, dan dikenal dekat dengan MK, kantornya di MK. Jadi bagaimana mungkin tidak ada perasaan, bagi saya juga punya nuansa konflik kepentingan,” jelas Feri.
Hakim MKMK yang ketiga adalah Wahidudin Adams yang juga merupakan anggota MK. Mau tidak mau Wahidudin Adams akan mengadili perkara etik teman-temannya di hakim MK.
“Jadi ketiga-tiganya (anggota majelis MKMK) dipertanyakan konflik kepentingannya. Bagaimana mungkin orang yang punya konflik kepentingan mengadili konflik kepentingan terhadap orang lain,” tegas Feri.
Jadi menurut hemat Feri, publik sebaiknya jangan terlalu berharap dengan putusan hakim MKMK.
“Lebih baik berdoa saja daripada berharap. Karena bagi saya tidak mungkin orang yang punya standar etik mengadili orang lain yang juga bagi publik dipertanyakan standar etiknya,” pungkasnya. (*)