Semarang, Kabarterdepan.com – Harga beras yang kian merangkak naik telah menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Kantor Wilayah VII Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jawa Tengah-DI Yogyakarta (DIY) M Hendry Setiawan di Yogyakarta, melalui saluran telepon, Rabu (6/03/2024).
Untuk itu, lanjutnya, pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut.
“Terutama kemungkinan adanya potensi praktik persaingan usaha tidak sehat, terutama kelangkaan beras di pasaran, yang mengacu pada Undang Undang No 5 Tahun 1999,” ungkapnya.
Sementara itu, Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengatakan, Pemkot Semarang akan memanfaatkan instrumen anggaran Perlindungan Sosial.
“Tujuannya jelas untuk menyalurkan bantuan pangan kepada masyarakat, terutama saat menghadapi kenaikan harga beras,” jelasnya.
Di samping itu, tambahnya, kenaikan harga beras pasti diikuti dengan kenaikan harga komoditi yang lain.
“Bantuan pangan akan sangat membantu daya beli masyarakat,” katanya.
Sebagaimana dilansir sejumlah media, bahwa harga beras premium di beberapa wilayah di Jawa Tengah saat ini sudah mencapai 15.000-16.000 rupiah per kilogram.
Ulah Monopoli
Di pihak lain Pengamat Pertanian dari Universitas Diponegoro, Benny Wijanarko, mengatakan kelangkaan beras di pasar itu menyebabkan naiknya harga beras yang sangat mungkin disumbang oleh ulah monopoli penggilingan besar di setiap wilayah.
“Petani memang sedikit diuntungkan, tapi kewajiban KPPU untuk mengusutnya secara tuntas indikasi terjadinya monopoli yang merugikan konsumen,” katanya.
Ia mengatakan KPPU harus menjalankan tupoksinya dengan sungguh-sungguh untuk memastikan tidak ada indikasi pelanggaran dalam praktik perdagangan dan distribusi beras sebagai makanan pokok.
“KPPU harus menemukan mengapa beras sampai sulit dicari. Ini masalah makanan pokok dan sebentar lagi bulan Puasa, masyarakat jangan sampai dibiarkan tambah resah,” pungkasnya. (Ahmad)
Eksplorasi konten lain dari Kabar Terdepan
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.