
Jakarta, Kabarterdepan.com – Menanggapi putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) merasa dirinya menjadi korban fitnah keji.
Sebagaimana diketahui, MKMK telah memutuskan bahwa ipar presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut telah melakukan pelanggaran berat terkait putusan gugatan usia Capers-Cawapres di MK beberapa waktu yang lalu.
Putusan itu memperbolehkan capres-cawapres berusia dibawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres dengan syarat punya pengalaman menjabat sebagai kepala daerah di tingkat kabupaten atau kota dan gubernur.
Putusan itu membuat Gibran Rakabuming Raka bisa daftar ke KPU menjadi cawapres dalam pilpres 2024 yang berpasangan dengan Prabowo Subianto. Anwar Usman sendiri merupakan paman dari Gibran.
Dalam konferensi pers di gedung MK, Rabu (8/11/2023) Anwar Usman menyebut ada upaya politisasi dan pembunuhan karakter terhadapnya terkait putusan (MKMK).
“Sesungguhnya saya mengetahui dan telah mendapat kabar upaya melakukan politisasi dan menjadikan saya objek dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan MK terakhir maupun pembentukan MKMK, saya telah mendengar jauh sebelum MKMK terbentuk,” katanya, Rabu (8/11).
Meski sadar ada upaya pembunuhan karakter terhadap dirinya, Anwar mengaku tetap berprasangka baik. Ia berdalih saat itu tetap menjalankan tugas sebagai Ketua MK dan membentuk MKMK.
“Saya tetap berbaik sangka karena memang seharusnya begitulah cara dan karakter seorang Muslim berpikir,” ungkapnya.
Anwar juga menyesalkan sidang kode etik MKMK digelar secara terbuka. Semestinya sidang tersebut menurutnya digelar tertutup.
“Hal itu secara normatif tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan dibentuknya MKMK yang ditujukan untuk menjaga keluhuran MK baik secara individual maupun institusional,” imbuhnya.
Terkait putusan MKMK, Usman juga merasa menjadi korban fitnah. Ia pun hanya bisa bersikap pasrah.
“Fitnah yang sangat keji dan tidak berdasar atas hukum dan fakta,” katanya.
Dalam putusan MKMK itu, Anwar Usman dicopot sebagai ketua MK dan dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan lagi sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya.(*)